"Gini Mbak, saya ini kan fasilitator pelatihan, saya bukan seorang perancang kurikulum, jadi saya nggak ngerti seperti apa desain pelatihan. Biasanya saya tinggal ikuti saja TOR dan agendanya...”
Saya sering mendengar kata-kata ini dari para pengelola atau panitia pelatihan di organisasi yang menyelenggarakan pelatihan, ketika mulai membahas topik mengenai desain pembelajaran. Saya juga mendengar ini dari dari para pelatih, pembicara, instruktur, fasilitator yang lama berkecimpung dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Yang saya tahu, mereka menguasai materi-materi dengan baik, dan mereka umumnya hebat dalam mengajar, menyampaikan atau memfasilitasi kelas, terutama di kelas-kelas tatap muka.
Tetapi ketika harus mengubah kursus tatap muka dari 5 hari menjadi sesi daring yang durasi kelasnya lebih pendek tapi durasi pelatihannya lebih panjang, atau harus mengubah metode dan membuat modul kelas daring yang menarik, merancang sumber daya daring yang komprehensif, dan menyatukan semua bagian-bagian tersebut secara mulus ke dalam LMS (learning management system) kemudian mengaplikasikannya dalam kursus pembelajaran campuran (blended learning) – di situlah jalan agaknya mulai terjal.
Sejauh mana disain pembelajaran untuk sebuah pelatihan atau seri pelatihan dianggap penting? Bagaimana disain pembelajaran disusun? Apa elemen-elemen yang harus ada di dalamnya? Apa yang harus dilakukan lebih dahulu? bagaimana mengembangkannya untuk konteks yang berbeda? Apa saja konten pembelajaran yang harus diproduksi? Apa perangkat yang tepat? Bagaimana mengoperasikannya? bagaimana memindahkan dari disain pembelajaran tatap muka ke kelas daring? Itu pula pertanyaan-pertanyaan yang kerap disampaikan dalam sesi-sesi diskusi tentang pembelajaran daring.
Para Pendidik kini dipaksa untuk memikirkan kembali kompetensi dan keterampilan dasar mereka dalam mengelola model pembelajaran jarak jauh
Hari ini, kita sangat bergantung pada komunikasi daring dan jarak jauh untuk melakukan pekerjaan dan pendidikan. Kebijakan kerja dan belajar dari rumah selama hampir 1,5 tahun ini berdampak pada jutaan guru, pendidik, dosen, serta instruktur dan fasilitator pelatihan. Dalam kerja-kerja membangun kapasitas di kalangan perusahaan, Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, maupun komunitas-komunitas akar rumput, para pendidik, pelatih, atau pun fasilitator ditantang untuk mengubah pelatihan yang dirancang dari model tatap muka yang konvensional menjadi model pembelajaran daring. Para Pendidik kini dipaksa untuk memikirkan kembali kompetensi dan keterampilan dasar mereka dalam mengelola model pembelajaran jarak jauh.
Disain pembelajaran adalah semacam "roadmap" atau peta jalan yang akan menunjukkan arah dan tujuan perjalanan maupun prosesnya. Tanpa disain pembelajaran, maka keseluruhan pelatihan tersebut tidak akan memiliki pedoman yang jelas.
Di dalam pengalaman saya membangun strategi pembelajaran daring setidak-tidaknya terdapat 4 (empat) langkah utama yang biasanya saya persiapkan:
1. Membangun Disain pembelajaran
Disain pembelajaran adalah semacam roadmap atau peta jalan yang akan menunjukkan arah dan tujuan perjalanan pembelajaran. Tanpa disain pembelajaran, keseluruhan pelatihan tersebut tidak memiliki pedoman yang jelas. Pertama dan Utama, dalam disain pembelajaran dimulai dengan melakukan asesmen peserta (termasuk di dalamnya apa kebutuhan, bagaimana kondisi dan keterbatasan peserta), selanjutnya tetapkan tujuan pembelajaran secara rinci dan terukur. Ada banyak cara untuk menentukan tujuan pembelajaran dan hasil-hasil yang diharapkan.
Jika tujuan telah ditetapkan maka perancang bisa mulai menyusun topik-topik atau materi ajar dan menstrukturkannya dalam urutan logis dan muatan yang tepat. Selanjutnya pikirkan tentang model pembelajaran yang akan dipilih dan metode-metode yang akan digunakan untuk masing-masing topik pembelajaran. Sampai di sini, kita sudah mendapatkan rancangan awal dari disain pembelajaran.
2. Memilih Perangkat dan Memproduksi Konten Digital
Ketika disain pembelajaran sudah ada, buatlah silabus atau storyboard yang akan merinci kegiatan langkah demi langkah. Persiapkan konten-konten yang harus disediakan dalam format digital dan apa saja perangkat pembelajaran daring yang bisa dipilih untuk keperluan pembelajaran interaktif, kolaborasi, penugasan, games, survei, dan sebagainya. Pilih dan variasikan media konten yang ringan, mudah diakses dan relevan dengan kebutuhan dan gaya belajar peserta.
3. Memilih dan Merancang Platform LMS
LMS (learning Management System) adalah aplikasi yang membantu menstrukturkan seluruh konten atau materi dan proses pembelajaran dalam satu platform (dudukan). LMS bukan hanya membuatnya terstruktur sehingga mudah diikuti dan dicari, tapi juga mudah disimpan, diakses dan didistribusikan. LMS diperlukan terutama karena dalam kelas daring biasanya kita memilih untuk menggabungkan pembelajaran sinkron dan asinkron atau menggunakan model Blended Learning.
4. Mengelola Kelas Sinkron (Virtual) dan Asinkron
Memfasilitasi kelas daring untuk pembelajaran sinkron dan asinkron memiliki tantangannya masing-masing. Keduanya membutuhkan kemampuan membangun dinamika dan mendorong keterlibatan atau partisipasi peserta. Ada cukup banyak peran-peran fasilitator dan bagaimana sikap seorang fasilitator diharapkan dalam mengelola kelas agar berjalan secara efektif, mulai dari kemampuan bertanya, menggali, bercerita, memberi pengantar, membuat ringkasan, memandu diskusi, hingga melakukan mengenal dan troubleshooting dari perangkat daring yang dipilih atau digunkan dalam kelas. Kita akan bahas masalah ini di tulisan yang lain.
Comments